Bu yati (bukan nama sebenarnya), begitulah nama salah satu pendengar radio Elgangga 100.3 FM yang mengaku senang berdagang, tapi merasa dari tahun ke tahun tidak mengalami kemajuan. Sejak awal berdagang hingga sekarang penghasilannya ya begitu-begitu saja, hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
“Saya
merasa punya jiwa dagang Pak. Saya pernah berjualan apa saja. Mulai dari
pakaian, perhiasan, parfum, handphone, emas, dan sekarang buka toko sembako.
Tapi, mengapa dari dulu usaha saya tidak maju juga?” kata Bu Yati dalam acara
talkshow wirausaha yang saya asuh tiap kamis pagi jam 9-10.
“Saya
merasa fisik saya sudah mulai menurun, padahal saya mengelola usaha sendiri”,
tambahnya.
Para
pembaca yang budiman, apakah anda termasuk pelaku bisnis yang mengalami “nasib”
yang sama dengan Bu Yati? Jika ya, marilah kita cermati apa yang terjadi dalam
kasus Bu Yati ini.
Bu Yati mengaku sudah malang-melintang sebagai seorang pedagang. Ia membeli barang dari satu sumber dan menjualnya ke orang lain. Kemampuannya berkomunikasi dengan banyak orang membuat dagangannya cepat laku. Merasa bakatnya yang mudah diterima orang lain, dan usaha berjualan keliling rumah makin lama makin menguras tenaga, Bu Yati ingin punya usaha tanpa harus keliling door to door.
Lantas, keputusannya adalah membuka toko sembako di rumahnya yang lumayan strategis di sebuah kompleks perumahan. Ia berbelanja ke pasar dan mulailah ia buka warung sembakonya. Karena kepintarannya berhubungan dengan tetangga, baginya tidak sulit untuk melariskan dagangannya. Ia makin sibuk saja dengan usahanya di rumah.
Namun setelah beberapa tahun berjalan, ia merasa membuka warung tak kalah repotnya dengan usaha door to door. Tiap hari ia harus bangun pagi. Meski ia punya pembantu tapi segala hal masih tergantung pada dirinya. Alhasil, sebagai seorang pemilik warung, ia harus bekerja sejak dini hari hingga malam hari. Ia bekerja keras melebihi seorang karyawan, dengan hasil yang belum tentu lebih baik dibanding karyawan di sebuah perusahaan.
Baginya,
apa yang dikatakan banyak orang bahwa memiliki bisnis sendiri hasilnya jauh
lebih tinggi dibanding dengan menjadi karyawan, belum terbukti kebenarannya.
Melatih orang lain berdagang
Orang-orang yang merasa pintar sebagai pedagang, ternyata tidak selalu sukses menjadi seorang business owner. Ini sama halnya dengan para salesman perusahaan tidak sukses ketika ia mengelola bisnis sendiri. Demikian pula wartawan senior tak berarti akan sukses ketika memimpin media miliknya sendiri. Para eksekutif yang berani keluar dan mendirikan perusahaan sendiri kemudian bangkrut adalah cerita klasik di dunia bisnis.
Banyak orang mengira, bisnis hanya soal berjualan saja. Yang sebenarnya, bila anda ingin menjadi entrepreneur, yang harus anda lakukan adalah bagaimana membuat tim anda berjualan produk, anda sendiri sebagai pemimpin bagi mereka yang berjualan.
Bagi
anda yang merasa pandai berdagang tapi merasa nyaris tak mengalami kemajuan,
besar kemungkinan karena andalah yang bekerja sebagai tenaga penjual di usaha
yang anda dirikan. Sebagai sebuah awal bisnis, kondisi ini bagus, akan tetapi
bilamana terus-menerus bertahun-tahun anda tetap melakukan hal yang sama, maka
status anda masih sebagai orang yang sekedar “membuka lapangan kerja buat anda
sendiri”. Karyawan anda sekadar sebagai pesuruh saja, tanpa tugas yang jelas.
Bila
demikian, saran saya mulailah membantu orang lain supaya bisa berjualan seperti
anda. Rekrut saja orang di sekitar anda yang mau berjualan. Misalkan anda
menjadi agen parfum. Berilah kesempatan kepada orang lain untuk melakukan hal
yang sama dengan anda. Hak komisi penjualan anda sebagian diberikan kepada
relasi anda yang ingin bergabung sebagai tim penjualan. Kalau perlu anda pasang
iklan di media, misallkan “Dicari Agen parfum Asli Paris, Komisi dan insentif
menarik. Hubungi:…………”
Sudah
barang tentu anda perlu stok parfum yang cukup. Anda juga perlu menyiapkan
standar komisi untuk mereka. Berikutnya anda bisa memberikan bonus tambahan bila mencapai nilai
penjualan tertentu.
Dengan
membuat orang lain mampu menjual seperti anda, maka kegiatan anda menjadi
seorang “penjual” menjadi berkurang. Anda adalah pemimpin para tenaga
penjualan
Dalam
bulan tertentu seperti bulan puasa dimana penjualan meningkat, ada baiknya anda
membuat insentif khusus yang memotivasi tim anda supaya lebih banyak berjualan.
Sebuah contoh yang menarik, dalam bulan puasa ini sebuah perusahaan HP
(hanphone/telepon seluler) menyelenggarakan kompetisi penjualan HP pada
komunitas tertentu. Dalam kompetisi ini, jika tim yang meraih penjualan
tertinggi dalam waktu tertentu akan mendapatkan grand prize yang sangat
menggiurkan. Teknik ini mampu mendongkrak penjualan yang sangat signifikan.
Bila
anda pemilik toko sembako sebagaimana Ibu Yati, yang perlu dilakukan adalah
menunjuk karyawan sebagai pelayan toko. Selanjutnya tingkatkan pelayan tersebut
menjadi kepala toko yang bertanggungjawab mulai warung buka hingga tutup.
Supaya tahapan ini berjalan mulus, pada awalnya karyawan anda perlu mendampingi
anda dalam melakukan pekerjaan dari pagi hingga toko tutup. Cara yang paling
efektif adalah meminta karyawan mencatat apa yang anda kerjakan. Diskusikan
hasil pengamatan karyawan anda, sehingga dia memahami mengapa anda melakukan
ini dan itu. Jadilah seorang pembimbing yang baik bagi karyawan anda supaya
kemampuan mereka terus meningkat.
Ibarat
politikus yang memiliki tim sukses untuk mencalonkan diri jadi pejabat atau
anggota legislatif, demikian pula anda yang mau sukses membesarkan bisnis anda.
Rekrutlah tim, bimbinglah mereka agar bisa menduplikasi kemampuan anda. Buat
strategi yang disepakati bersama. Sukses anda tergantung pada mereka. Salam
sukses.
Bambang Suharno
Assalamuaalikum, saya mau tau Dan info bagaimana Tata cara atau registration untuk mngikuti buka booth saat CFD di bekasi.. Trima kasih.Dan mohon pencerhannya
ReplyDeleteAssalamuaalikum, saya mau tau Dan info bagaimana Tata cara atau registration untuk mngikuti buka booth saat CFD di bekasi.. Trima kasih.Dan mohon pencerhannya
ReplyDeletePak Fadly, coba hubungi saja pemkot Bekasi
ReplyDelete