Alkisah pada suatu hari sebuah perusahaan multinasional yang
memproduksi minuman mau mengembangkan bisnisnya dengan melakukan promosi gencar di media. Pimpinan perusahaan
memanggil perusahaan iklan untuk melihat proses pembuatan minuman, sebagai
bahan untuk menyusun iklan.
Setelah tim iklan melihat proses pembuatan minuman, mereka
berhasil menciptakan kalimat iklan yang menarik yaitu “minuman ini diproduksi
melalui 10 tahap pembuatan yang membutuhkan ketelitian dan ketekunan demi
menghasilkan minuman berkualitas tinggi”.
Kalimat ini
ditertawakan oleh karyawan bagian produksi. Mereka mangatakan,”semua produsen minuman jenis
ini pasti melakukan hal yang sama, kenapa kita sampaikan sebagai sebuah
keunggulan ? Ini bukan keunggulan sama sekali!”
Di kemudian hari
ternyata terbukti kalimat itulah yang justru mampu mendongkak penjualan
minuman.
Kacamata produksi
dengan kacamata marketing kerap kali berbeda pandangan dalam upaya menciptakan
keunggulan. Dalam kasus pabrik minuman di atas, orang produksi sudah pasti
paham bahwa di semua pabrik minuman sejenis yang telah memenuhi standar pasti
melakukan 10 tahap pembuatan, tapi dari kacamata marketing, hal ini bisa
sebagai keunggulan karena konsumen belum tahu dan jika dia yang menyampaikan,
seolah-olah dialah yang pertama melakukan.
Orang produksi
umumnya berusaha menciptakan keunggulan dari segi content (isi), sedangkan
orang marketing bisa melihat sisi konteks. Sudah menjadi rumus umum, dalam
persaingan kita harus lebih unggul. Kalau tidak bisa unggul, ciptakanlah
perbedaan. Dan perbedaan itu tidak harus isinya melainkan bisa konteksnya,
yaitu cara menyampaikannya, cara mengemasnya atau bisa juga cara menyajikannya.
Bayangkan kita mau memproduksi obat flu yang lebih unggul, sedangkan untuk
membuatnya sudah pasti ada aturan-aturan ketat misalnya kadar parsetamol
maksimal 50 mg. Itu sebabnya dalam bersaing kita bisa menciptakan perbedaan
yang menarik misalkan kemasannya, bentuknya, atau cara menyampaikannya. Ada
obat yang ditampilkan sebagai minuman orang pintar, eksekutif, ada juga yang
seakan-akan obat untuk rakyat jelata. Soal kualitas, kurang lebih sama saja.
Seorang rekan
beberapa tahun lalu berbisnis ikan patin dan mempopulerkan ikan patin sebagai
ikan rendah kolesterol. Saya bertanya padanya ”Mas, bukankah ikan lain juga
banyak yang rendah kolesterol?”.
”Ya memang benar.
Saya kan hanya berbicara”ikan patin rendah kolesterol, titik. Tidak bilang
bahwa yang lain tinggi kolesterol,”jawabnya sambil tertawa.
Sebuah pabrik
pakan unggas asal Korea juga pernah mengiklankan produk pakan unggasnya dengan
kalimat ”Pakan kami diformulasikan dengan sistem komputer oleh nutrisionist
berpengalaman dengan perhitungan formulai berdasarkan asam animo”.
Saya tahu pabrik
pakan unggas yang lain juga melakukan hal yang kurang lebih sama tapi dengan
menyampaikan hal tersebut seolah-olah dialah yang paling unggul.
Dalam menyelami
konteks sebuah produk, kita bisa membuat sesuatu yang biasa dikemas menjadi
istimewa. Sebuah hotel di Jakarta ada yang menyambut tamunya dengan pukulan
gong, yang seringkali mengagetkan sekaligus membuat tamu tertawa bahagia.
Sebuah restoran ada yang menyambut tamunya dengan selamat pagi, meskipun malam
hari, membuat tamu tercengang dan tertawa pula. Biaya ”menjual” konteks menjadi
sangat murah dibanding meningkatkan kualitas konten, misalkan melakukan
perbaikan fasilitas kamar hotel (untuk kasus hotel) atau untuk melakukan
perbaikan rasa masakan yang istimewa (untuk restoran).
Bagaimana dengan
bisnis anda?
Bambang Suharno
Info seminar dan training wirausaha hubungi 0813 1069 6307
wirausaha modal kecil, bisnis yang menjanjikan, peluang wirausaha, wirausaha mandiri, contoh usaha kecil
No comments:
Post a Comment