Thursday, June 9, 2011

Jika Eksekutif Punya Bisnis Sambilan

Bolehkah seorang karyawan punya bisnis sambilan? Pertanyaan ini dapat menjadi perdebatan para eksekutif puncak perusahaan. Tak sediikit perusahaan yang secara tegas melarang karyawan punya bisnis sendiri dengan alasan agar berkonsentrasi penuh dalam menjalankan tugas sebagai karyawan.

Namun peraturan semacam ini nyatanya tidak mudah diterapkan seratus persen. Trend adanya Multilevel Marketing (MLM), hampir tak bisa menjangkau peraturan ini. Sebuah perusahaan farmasi terkemuka yang saya kenal sangat ketat melarang kegiatan bisnis karyawan di luar kantor, ternyata di sana banyak karyawan merangkan pemain MLM.


Mari kita lihat kenyataan ini. Banyak pensiunan stres karena post power syndrom, ada pula yang stress lantaran penghasilan merosot tajam sementara kebutuhan rumah tangga justru sedang meningkat karena anak-anak sedang membutuhkan biaya untuk kuliah. Ada pula pensiunan yang memiliki pesangon banyak, malah kena tipuan bisnis oleh orang-orang kreatif menawarkan peluang bisnis tapi tak bermoral. Masih ingat kasus QSAR (Qurnia Subur Alam Raya) di tahun 2000an? Miliaran rupiah duit milik para eksekutif  dan para pensiunan ludes karena iming-iming investasi agribisnis yang menjanjikan profit yang sangat menggiurkan. Hingga sekarang belum jelas nasib para “investor dadakan” yang duitnya lenyap itu.

Kenyataan lain yang perlu dicermati adalah situasi era abad 21 ini dimana PHK mengancam semua orang. Saya masih ingat, di tahun 1980-an, bila ada seorang lulusan sekolah menengah atau perguruan tinggi diterima di sebuah perusahaan bernama PT Nurtanio (sekarang PT Dirgantara), mereka bukan main bangganya. Tak terbayangkan di benak mereka bahwa kelak perusahaan pembuat pesawat terbang yang dibidani oleh orang sehebat Prof Habibie itu akhirnya harus memPHK ribuan karyawan.

Era sekarang, dimanapun anda bekerja, peluang untuk diPHK tetap ada. Alhasil, apa yang disebut sebagai multi income adalah menjadi sesuatu yang sangat wajar. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mendirikan bisnis sambilan.

Bukan Pekerjaan Sambilan

Bila seorang guru SMA mencari penghasilan dengan mengajar di sekolah lain di sore hari atau malam hari, itu bukan bisnis sambilan, melainkan pekerjaan sambilan. Seorang guru atau eksekutif yang di waktu luangnya berjualan produk asuransi dimana dia mendapatkan sejumlah komisi, saya sebut masih sebagai kegiatan pekerjaan sambilan, bukan bisnis sambilan.

Bila seorang eksekutif membuka lembaga pendidikan taman kanak-kanak, atau membuka warung makan dimana orang lain yang mengerjakannya, itulah yang saya sebut bisnis sambilan. Mudah saja membedakannya, pekerjaan sambilan menuntut  si pelaku melakukan pekerjaan tambahan dengan waktu tertentu, sedangkan bisnis sambilan mempekerjakan orang lain.

Jika seorang ekskeutif menjalankan bisnis sambilan, sebenarnya ia tengah berada di dua dunia yang berbeda. Dunia karyawan sebagai dunia gaji, dan dunia entrepreneur sebagai dunia tanpa gaji. Dunia karyawan sebagai dunia penghasilan tetap, dunia entrepreneur sebagai dunia tanpa penghasilan tetap (tapi harus tetap berpenghasilan).

Maka yang perlu disiapkan oleh anda yang ingin bisnis sambilan, bukanlah proposal tebal penuh grafik, atau analisa usaha yang panjang lebar beserta analisi SWOTnya, melainkan perubahan mental dari dunia gaji ke dunia tanpa gaji.

Dunia gaji adalah dunia kepastian, dunia perencanaan sebaliknya dunia tanpa gaji adalah dunia ketidak pastian, dunia kreativitas, dan keberanian menghadapi tantangan. Dunia gaji adalah dunia otak kiri, dunia tanpa gaji adalah dunia otak kanan.

Mentalitas Entrepreneur

Mengapa begitu banyak eksekutif menjalankan bisnis sambilan di rumah atau melakukan investasi gagal? “Ketika saya memegang uang perusahaan untuk saya kelola, saya membuat perencanaan dengan baik dan pada umumnya berhasil, tapi ketika saya membuat bisnis milik saya sendiri, saya merasa kerepotan, saya tidak berani ambil resiko, cenderung sangat hemat, sehingga usaha saya malah tidak bisa bersaing, “keluh seorang eksekutif tentang bisnis sambilannya, dalam sebuah seminar.

Pada umumnya persoalan utama bagi para pelaku bisnis sambilan adalah mentalitasnya yang belum berubah dari mental pegawai menjadi mental entrepreneur. Mental pegawai adalah mental konsumtif. Mereka akan menghabiskan semua gajinya untuk kegiatan konsumtif. Bahkan semakin tinggi gaji, hutang konsumtif mereka juga semakin banyak.

Anda pasti sangat paham (mungkin anda sendiri yang mengalaminya?), ketika seorang karyawan punya gaji 1 juta, ia hidup pas-pasan. Tatkala gaji naik jadi dua juga rupiah, ia sudah berani kredit sepeda motor. Gaji naik lagi jadi 2 tiga juta, ia ambil kredit rumah. Gaji naik lagi, ia kredit mobil, renovasi rumah dan sebagainya. Demikian seterusnya, hingga suatu saat ketika pensiun tiba, ia tak lagi punya uang untuk membayar sopir, biaya kesehatan, perawatan rumah yang sudah “terlanjur” besar dan berbagai kegiatan konsumtif lainnya.

Mental entrepreneur adalah mental memutar uang, bukan mental konsumtif. Bila anda karyawan, maka pikiran anda yang bermental entrepreneur adalah bagaimana agar sebagian pendapatan anda bisa menjadi pendapatan lagi. Sebagian uang yang keluar diusahakan bisa kembali dalam jumlah yang lebih banyak, artinya uang itu dikeluarkan sebagai uang produktif, yakni uang bisnis. Bila anda disiplin untuk mengeluarkan sebagian pendapatan anda menjadi bisnis, anda tidak akan pusing lagi bilamana pensiun ataupun di-PHK sewaktu-waktu.

Ciri mental entrepreneur yang kedua adalah senang mendelegasikan tugas. Hati-hatilah bila anda tipe pekerja keras, anda akan cenderung menjadi orang yang paling banyak bekerja bila mendirikan bisnis sambilan. Orang seperti ini akan sulit mengelola waktu antara urusan kerja dan bisnisnya sendiri. Dia akan menjadi orang yang sangat sibuk, karena sulit mendelegasikan pekerjaan. Tipe pekerja keras semacam ini merasa dirinyalah yang paling pintar bekerja, yang lainnya tidak mampu.

 

Dalam dunia entrepreneur selalu ada petuah begini. Bila anda bekerja pada orang lain, bekerja keraslah. Bila anda memiliki bisnis sendiri, jadilah diri anda sedikit pemalas dan upayakan orang lain yang mengerjakan pengelolaan bisnis. Tugas anda adalah memimpin para pekerja dan membangun network.

Dengan mental entrepreneur seperti ini, tak ada alasan bagi kita melarang karyawan memiliki bisnis sambilan. Sudah barang tentu, bisnis sambilan seorang karyawan tidak boleh bersaing dengan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan tempat dia bekerja. Hal ini selain merugikan perusahaan, juga akan membuat karyawan tidak berani membesarkan bisnis miliknya sendiri.***

bambangsuharno@gmail.com
Penulis adalah Direktur Indonesian Entrepreneur Society (IES)

2 comments:

  1. Terimakasih atas pencerahannya ....sangat bermanfaat , kalau boleh ijin share yach pak....www.komunitas topibambu

    ReplyDelete
  2. Tambah Wawasan untuk merintis usaha dalam persiapan untuk pensiun nanti biar ada yang dikerjain jadi gak kaget kegiatan drop waktu pensiun... thanks

    Fr: gadaipedia.com

    ReplyDelete